Banyuwangi, 1 Oktober 2025 – Dunia pendidikan di Kabupaten Banyuwangi kembali menjadi sorotan. SMP Negeri 4 Genteng diduga melakukan praktik pungutan dan perlakuan diskriminatif terhadap siswa terkait seragam dan iuran sekolah.
Ketua Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi, Sugiarto, menyampaikan pernyataan keras usai menerima laporan dari sejumlah wali murid. Menurut informasi, pihak sekolah membebankan biaya personal siswa berupa kain seragam, jas almamater, dan seragam olahraga dengan total Rp 1.850.000.
Lebih ironis, seorang siswa dari keluarga tidak mampu yang baru mampu membayar Rp 1.000.000 tidak diberikan jas dan seragam olahraga, sementara teman-temannya sudah menerima. Kondisi ini memicu kegelisahan orang tua dan berpotensi menimbulkan trauma psikologis pada anak karena merasa dibedakan.
Tak berhenti di situ, pada 28 September 2025, wali murid diundang ke sekolah dan disampaikan adanya iuran PSM Tahunan dan/atau uang gedung sebesar Rp 1.150.000.
Kritik Keras dari Komunitas Sadar Hukum
Menanggapi laporan tersebut, Sugiarto menegaskan bahwa pendidikan harusnya menjadi ruang kesetaraan, bukan ajang diskriminasi.
“Jangan sampai ada siswa yang diperlakukan berbeda hanya karena kemampuan ekonomi orang tua. Membeda-bedakan pemberian jas atau seragam merupakan bentuk diskriminasi yang berpotensi melukai psikologi anak. Ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan pendidikan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pungutan di sekolah negeri harus berlandaskan aturan resmi pemerintah. Jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas, maka bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).
“Kami mengecam keras praktik semacam ini. Dunia pendidikan harus transparan, akuntabel, dan tidak membebani siswa dengan pungutan yang tidak jelas. Jika terbukti ada pelanggaran, maka ini bisa masuk ranah hukum,” tambahnya.
Tuntutan Transparansi dan Perlindungan Anak
Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi mendesak pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi segera memberikan klarifikasi terbuka. Transparansi penting agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan wali murid dan masyarakat luas.
“Kami meminta pihak sekolah bijak menyikapi kondisi wali murid yang kurang mampu. Jangan sampai sekolah negeri justru menjadi beban bagi anak-anak. Pendidikan harus membebaskan, bukan menindas,” ujar Sugiarto.
Kasus SMPN 4 Genteng ini menjadi peringatan keras bahwa praktik pungutan bermasalah dan diskriminasi masih mengintai dunia pendidikan. Jika tidak ditangani dengan tegas, hal ini bisa mencederai hak anak, merusak kepercayaan masyarakat, dan menyalahi aturan hukum yang berlaku.
(Red)