Banyuwangi – Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) yang seharusnya dikerjakan secara swakelola justru diserahkan kepada rekanan di Desa Sambirejo, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi. Hal ini menimbulkan polemik karena bertentangan dengan aturan yang mengharuskan proyek tersebut dikelola langsung oleh masyarakat setempat guna meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk infrastruktur guna mendukung pembangunan dan perekonomian desa, termasuk melalui P3-TGAI yang dikelola oleh kepala desa dan Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA). Dengan anggaran di bawah Rp200 juta, proyek ini tidak boleh dikontraktualkan atau dilelang melalui LPSE, melainkan wajib melibatkan warga sekitar agar mereka mendapatkan manfaat langsung, baik dari segi pekerjaan maupun peningkatan kualitas irigasi.
Namun, berbeda dengan ketentuan tersebut, proyek P3-TGAI di Desa Sambirejo justru dikerjakan oleh pihak rekanan. Akibatnya, warga yang seharusnya mendapatkan pekerjaan di proyek dekat rumah mereka kehilangan kesempatan, sementara tenaga kerja dari luar desa yang dipekerjakan oleh rekanan mengambil alih pelaksanaan proyek. Selain itu, ada dugaan bahwa kualitas pembangunan menurun karena anggaran dipangkas demi keuntungan rekanan.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Sambirejo, Hari Liswanto, mengakui bahwa proyek memang dikerjakan oleh pihak rekanan. Dalam wawancara via WhatsApp dengan awak media, ia menyatakan bahwa rekanan tersebut memiliki peran dalam “mengawal” perolehan proyek sejak awal.
“Proyek P3-TGAI di Sambirejo memang dikerjakan oleh rekanan karena mereka yang mengawal proses perolehan proyek hingga terlaksana. Makanya, saya merasa sungkan jika proyek ini dikerjakan secara swakelola. Lagi pula, di desa lain juga ada yang dikerjakan oleh rekanan ini,” ujar Hari Liswanto.
Pernyataan ini memicu pertanyaan besar terkait transparansi dan kepatuhan terhadap aturan. Jika proyek memang dikawal sejak awal oleh rekanan yang kemudian langsung mengerjakannya, ada dugaan kuat bahwa terjadi pengondisian proyek.
Menanggapi hal ini, pemerhati proyek desa, Suryanto, menilai tindakan Kades Sambirejo sebagai bentuk pembiaran yang berpotensi melanggar aturan. Ia menyoroti dugaan adanya pengondisian proyek dan kemungkinan pelanggaran spesifikasi teknis.
“Apa yang dilakukan Kades Sambirejo jelas tidak sesuai dengan aturan. Seharusnya, proyek ini dikerjakan oleh masyarakat setempat, bukan diberikan kepada rekanan yang sejak awal sudah ‘mengawal’ proyek. Ini bisa menjadi indikasi adanya permainan dalam penunjukan rekanan dan dugaan penyimpangan anggaran,” tegas Suryanto.
Ia juga menyoroti perbedaan kualitas antara proyek yang dikerjakan secara swakelola dengan yang dikerjakan oleh rekanan. Menurutnya, proyek swakelola memiliki kualitas lebih baik karena anggaran tidak terpotong untuk keuntungan pihak ketiga.
Suryanto memastikan bahwa ia tidak akan tinggal diam terhadap dugaan pelanggaran ini.
“Saya tidak main-main. Dugaan penyimpangan ini akan segera saya laporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Proyek ini harus diperiksa, apakah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Jika ada pelanggaran, tidak ada toleransi!” pungkasnya.
Kasus ini menjadi sorotan tajam karena berpotensi merugikan masyarakat dan menyalahi aturan pengelolaan proyek desa. Apakah APH akan turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ini? Kita tunggu langkah tegas dari pihak berwenang.
(Red)