BANYUWANGI — Aktivis Koboy Banyuwangi, Rofiq Azmi, kembali angkat bicara terkait polemik transparansi dan tata kelola administrasi di lingkungan DPRD Kabupaten Banyuwangi. Dalam pernyataannya, ia menilai adanya indikasi maladministrasi dan ketidaksinkronan internal antara Ketua DPRD, Sekretariat Dewan (Sekwan), serta Komisi III DPRD Banyuwangi.
“Berdasarkan hasil analisa forensik data kami, kami menemukan potensi kerugian publik yang cukup besar, terutama terkait penjualan saham pada tahun 2020. Nilainya kami perkirakan mencapai Rp4,3 triliun. Ini angka yang tidak kecil dan perlu klarifikasi publik. Kami minta dibuktikan secara terbuka,” ujar Rofiq Azmi saat diwawancarai di Balai Aspirasi Banyuwangi Selatan.
Menurutnya, kejanggalan administrasi muncul ketika surat permohonan klarifikasi dan permintaan audiensi yang diajukan kepada DPRD tidak mendapat balasan resmi maupun tindak lanjut yang jelas.
“Saya sangat kecewa karena secara administrasi, surat kami tidak mendapatkan balasan. Tidak ada informasi, tidak ada surat resmi yang menjelaskan posisi atau status surat kami. Ini bentuk pengabaian terhadap hak warga untuk mendapat kejelasan,” tegasnya.
Disposisi Tak Sinkron, Indikasi Maladministrasi
Rofiq mengungkapkan, terjadi tumpang tindih informasi antara pejabat di DPRD.
“Ketua DPRD bilang surat sudah didisposisikan ke komisi-komisi. Tapi ketika saya hubungi Ketua Komisi III, beliau bilang tidak tahu-menahu. Sekwan pun mengatakan belum ada surat masuk. Ini menunjukkan sistem administrasi yang tidak berjalan dengan baik,” katanya.
Ia menyebut kondisi ini sebagai preseden buruk dalam tata kelola lembaga perwakilan rakyat.
“Ini bentuk maladministrasi. Jika hal seperti ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap lembaga wakil rakyat bisa semakin menurun,” tambahnya.
Seruan Moral: “Jangan Halangi Langkah Para Pencari Keadilan”
Rofiq Azmi menegaskan bahwa perjuangan masyarakat Banyuwangi bukanlah untuk menjatuhkan pihak mana pun, melainkan untuk menegakkan transparansi dan tanggung jawab publik.
“Kami ini bukan pendatang. Kami lahir dan besar di Banyuwangi. Apa yang kami perjuangkan adalah darah dan keringat rakyat Banyuwangi sendiri. Jangan halangi langkah para penjaga kebenaran,” ujarnya penuh emosi.
Ia juga mengingatkan agar para anggota dewan tidak melupakan tugas moral mereka sebagai representasi rakyat.
“Anggota Dewan seharusnya berdiri tegak membela kepentingan masyarakat. Jangan hanya hadir di meja rapat tanpa memahami aspirasi rakyat. Kami masih percaya Banyuwangi bisa tetap kondusif dan hebat sesuai slogan ‘Banyuwangi Hebat’, tapi kepercayaan publik ini sedang diuji,” katanya.
Menunggu Kejelasan Disposisi Surat
Hingga saat ini, menurut Rofiq, belum ada konfirmasi resmi dari pihak DPRD Banyuwangi terkait posisi surat permohonannya. Ia mengaku telah berkomunikasi langsung dengan sejumlah pihak, termasuk Ketua DPRD dan Sekwan, namun jawaban yang diperoleh masih tumpang tindih.
“Kemarin saya sudah koordinasi dengan beberapa pihak, termasuk Pak Made dan Pak Mujayin. Keduanya menyebut surat sudah didisposisikan, tapi faktanya belum jelas di mana posisi surat itu sekarang. Kami harap ini segera diluruskan,” ungkapnya.
Rofiq menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal persoalan ini hingga ada jawaban yang pasti.
“Ini bukan sekadar surat, tapi bentuk pertanggungjawaban publik. Kalau rakyat tidak bisa mendapatkan kejelasan, lalu untuk siapa lembaga DPRD itu berdiri?” tutupnya.
(Red)















