Banyuwangi β Angka prevalensi stunting di Banyuwangi terus mengalami penurunan signifikan berkat penanganan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Berdasarkan data EPPBGM, pada tahun 2024 tercatat hanya 2,44 persen atau 2.269 kasus, turun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menegaskan bahwa stunting menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan kesehatan daerah. “Komitmen kami jelas, tidak boleh ada bayi baru lahir dalam kondisi stunting dan semua kasus yang ada harus tertangani,” tegasnya, Kamis (12/6/2025).
Penanganan dilakukan lintas sektor, mulai dari peningkatan gizi remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, hingga pendampingan balita. Tak hanya dari sisi kesehatan, pemkab juga menyasar faktor lingkungan dan pola asuh anak.
Sejumlah inovasi Banyuwangi turut mendukung percepatan penurunan stunting. Program Banyuwangi Tanggap Stunting, misalnya, melibatkan pedagang sayur keliling (mlijoan) untuk mendeteksi dini ibu hamil risiko tinggi dan balita stunting di lingkungan warga.
βKami edukasi para pedagang sayur agar bisa ikut melaporkan jika menemukan warga yang berisiko stunting kepada kader posyandu atau puskesmas,β jelas Ipuk.
Pemkab juga menggulirkan program charity Hari Belanja setiap tanggal cantik (1/1, 2/2, dst), yang hasilnya disalurkan untuk membantu keluarga pra sejahtera, termasuk ibu hamil risiko tinggi dan balita stunting.
Dari sisi preventif, Banyuwangi aktif mencegah perkawinan anak lewat kerja sama dengan Pengadilan Agama dan pembentukan Duta Pencegahan Perkawinan Anak di sekolah-sekolah.
Data menunjukkan, upaya ini membuahkan hasil nyata. Tahun 2021 tercatat 8,64% (4.730 kasus), 2022 sebesar 3,95% (2.704 kasus), 2023 turun lagi menjadi 3,53% (2.555 kasus), dan pada 2024 hanya tersisa 2,44%.
βIni kerja keroyokan seluruh elemen. Semoga ke depan kita bisa mencapai zero new stunting,β tutup Ipuk.
(Red)