Banyuwangi β Antrean panjang yang terus terjadi di Mall Pelayanan Publik (MPP) Banyuwangi menjadi ironi di tengah gencarnya promosi digitalisasi layanan oleh pemerintah daerah. Alih-alih menjadi solusi efisiensi dan transparansi, sistem digital yang diterapkan justru menimbulkan masalah baru yang berujung pada keluhan publik.
Transformasi digital seharusnya membawa kemudahan, terutama dalam menghapus antrean fisik dan mempercepat proses pelayanan. Namun, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Aplikasi yang sulit diakses, minim informasi, dan integrasi data antarlembaga yang belum tuntas, membuat masyarakat kembali terpaksa mengantre secara manual.
βDigitalisasi bukan sekadar memindahkan proses manual ke layar ponsel. Ini tentang menyederhanakan dan memanusiakan layanan,β tegas Herman, M.Pd., M.Th., CBC, aktivis dan akademisi yang kerap menyuarakan isu pelayanan publik.
Menurut Herman, kegagalan ini bersumber dari ketidaksiapan sistem dan kurangnya pemahaman terhadap kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok rentan digital seperti lansia dan warga pedesaan. Banyak warga kebingungan menggunakan aplikasi layanan, sementara pendampingan dari petugas masih minim.
Kritik tajam muncul terhadap kebijakan yang terlalu berorientasi pada citra modernisasi, namun abai terhadap desain inklusif dan partisipasi publik. Pemerintah terkesan mengejar simbol keberhasilan berupa peluncuran platform digital tanpa memastikan kesiapan teknis dan sosialisasi yang memadai.
βIni bukan soal teknologi semata, tapi soal keadilan akses dan kepekaan terhadap realitas sosial. Kita tidak bisa memaksa masyarakat menyesuaikan diri dengan sistem yang belum matang,β lanjut Herman.
Situasi ini menciptakan krisis kepercayaan terhadap janji reformasi birokrasi. Antrean panjang di MPP menjadi simbol kegagalan sistemik, bukan sekadar gangguan operasional. Ini adalah alarm bahwa digitalisasi harus dibangun dari pemahaman mendalam terhadap realita warga, bukan hanya semangat inovasi yang elitis.
Herman menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan digitalisasi pelayanan publik. βSudah saatnya kita berpindah dari paradigma βbanyak aplikasi = majuβ menuju orientasi hasil nyata di lapangan. Pelayanan yang baik bukan yang paling canggih, tapi yang paling terasa manfaatnya bagi masyarakat,β pungkasnya.
(Red)