Bondowoso – Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur terus mendorong perlindungan hukum bagi produk unggulan daerah dengan mengupayakan pendaftaran beras varietas Sintanur Lembah Raung sebagai produk Indikasi Geografis. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi serta kesejahteraan para petani.
“Kabupaten Bondowoso memiliki potensi besar dalam produksi beras berkualitas, khususnya beras aromatik Sintanur,” ujar Kakanwil Kemenkumham Jatim, Haris Sukamto, saat mendampingi Tim Ahli Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI) dalam pemeriksaan substantif Indikasi Geografis Beras Sintanur Lembah Raung, Selasa (25/2/2025).
Haris menjelaskan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses produksi beras Sintanur di lima kecamatan—Sumber Wringin, Sukosari, Tlogosari, Pujer, dan Wonosari—telah memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam Indikasi Geografis.
“Dengan luas lahan pertanian sekitar 1.690.000 hektare dan produksi mencapai 5,50 juta ton pada 2022, beras Sintanur dari Lembah Raung memiliki reputasi tinggi karena kualitasnya yang unggul. Ini harus didukung dengan perlindungan hukum melalui Indikasi Geografis,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan petani melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Beras Sintanur untuk menjaga kualitas produksi, terutama saat panen dan pascapanen.
“Jika sudah bersertifikat Indikasi Geografis, permintaan pasar akan meningkat. Jika MPIG tidak mampu memenuhi, bisa muncul potensi pemalsuan produk di pasaran,” tegas Haris.
Ketua MPIG Beras Sintanur Lembah Raung Bondowoso, Mustafa, menjelaskan bahwa keistimewaan beras ini terletak pada aroma pandan khasnya, tekstur pulen, serta kandungan protein yang lebih tinggi dibanding beras biasa.
“Beras ini ditanam dengan metode budidaya terpadu dan sistem irigasi terkontrol di kawasan dengan ketinggian 116-475 mdpl dan suhu rata-rata 25-27°C,” ungkapnya.
Selain itu, proses pascapanennya dilakukan secara higienis tanpa bahan kimia, serta didukung teknologi pertanian terkini. Beras Sintanur Lembah Raung juga dikemas dengan label khusus yang mencantumkan kode keterunutan, termasuk lokasi panen dan penggilingan.
“Kami berharap pemeriksaan substantif ini berjalan lancar. Kami juga siap menerima saran dan masukan agar proses pendaftaran Indikasi Geografis ini dapat segera terealisasi,” tuturnya.
Tim Ahli Indikasi Geografis DJKI, Riyadil Jinan, menegaskan pentingnya keberadaan MPIG untuk melindungi dan menjaga mutu beras Sintanur melalui pendaftaran Indikasi Geografis. Dengan adanya perlindungan hukum, reputasi produk ini dapat terjaga di pasar domestik maupun internasional.
“Indikasi Geografis tidak hanya memberikan nilai tambah bagi petani, tetapi juga meningkatkan daya saing produk serta melestarikan tradisi dan metode budidaya beras Sintanur,” ujarnya.
Jinan berharap sosialisasi terkait pentingnya Indikasi Geografis terus dilakukan secara masif agar masyarakat memahami keunikan dan potensi beras Sintanur Lembah Raung. Setelah pemeriksaan substantif, akan dilakukan sidang pleno untuk menentukan kelayakan beras Sintanur dalam mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis.
(Redho)