Banyuwangi β Kebijakan Pungutan Sumbangan Masyarakat (PSM) kembali menuai sorotan. Aktivis dan pemerhati kebijakan publik mendesak pemerintah daerah serta pihak terkait segera menghapus PSM, terutama di sektor pendidikan, karena bantuan dari pemerintah dinilai sudah mencukupi. Mereka mengingatkan, mempertahankan PSM dalam kondisi demikian berpotensi melanggar hukum.
Ketua Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi, Sugiarto, menegaskan bahwa PSM yang bersifat wajib tidak memiliki landasan hukum yang kuat jika seluruh kebutuhan sudah tercukupi melalui anggaran resmi.
βBantuan dari pemerintah seperti Dana BOS, DAK, dan program afirmasi lainnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Memaksakan pungutan tambahan kepada masyarakat sama saja membebani ganda (double burden) dan berpotensi menyalahi aturan,β tegasnya, sabtu (9/8/2025).
Ia merujuk pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan, Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik atau orang tua/wali murid jika seluruh kebutuhan telah dibiayai pemerintah. Selain itu, Pasal 12 dalam aturan yang sama menegaskan, sumbangan hanya boleh bersifat sukarela, tidak mengikat, dan tidak memaksa (paksa rela).
βJika tetap dilakukan, pungutan itu berpotensi menjadi temuan Inspektorat dan BPK, bahkan dapat diproses hukum karena melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan,β tambah Sugiarto.
Menurutnya, keberadaan PSM tanpa alasan mendesak juga merusak kepercayaan publik terhadap pengelola dana. Ia menilai, jika masih ada kebutuhan yang tidak tertutupi bantuan pemerintah, mekanismenya harus melalui sumbangan sukarela yang disertai laporan penggunaan dana secara terbuka.
Desakan ini diprediksi akan semakin kuat di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Aktivis mengingatkan, penghapusan PSM bukan hanya soal keringanan beban warga, tetapi juga bentuk kepatuhan terhadap hukum dan upaya menjaga integritas penyelenggara layanan publik.
(Red)