Banyuwangi – Ajang Tour de Banyuwangi Ijen (TdBI) 2025 tidak hanya menyuguhkan persaingan balap sepeda tingkat dunia, tetapi juga menjadi panggung penting kebangkitan budaya lokal. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah penampilan mainan tradisional bambu Ethek-ethek, yang sukses menghipnotis tamu mancanegara di garis finis.
Mainan bambu sederhana yang dulu identik dengan permainan anak-anak pedesaan ini, tampil memikat dalam koreografi seni yang dimainkan para pelajar dan seniman muda. Suara khas “ethek-ethek” menjadi latar unik penyambutan para pembalap internasional, menyatu dengan irama budaya lokal.
Menurut Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banyuwangi, Taufik Rohman, hadirnya Ethek-ethek bukan sekadar hiasan acara, melainkan pesan penting tentang pelestarian identitas budaya.
“Kami ingin TdBI tidak hanya dikenang karena kejuaraan, tetapi juga karena kemampuannya mempertemukan dunia dengan akar budaya lokal. Ethek-ethek adalah simbol perlawanan kita terhadap arus homogenisasi budaya global,” kata Taufik, Jumat (1/8/2025).
TdBI 2025 menjadi contoh sukses implementasi sport tourism yang berakar kuat pada kekayaan budaya. Masyarakat lokal turut aktif menyemarakkan acara, mulai dari menampilkan tari-tarian tradisional, menyajikan kuliner khas, hingga mengenalkan batik Gajah Oling, ikon visual Banyuwangi.
Tak hanya menghibur, keterlibatan warga juga membuka ruang baru bagi pertumbuhan ekonomi kreatif. Sentuhan budaya lokal ini menjadikan TdBI bukan sekadar kompetisi, tetapi juga perayaan identitas yang inklusif dan penuh makna.
Banyuwangi membuktikan bahwa ajang olahraga bisa menjadi medium strategis untuk revitalisasi budaya, edukasi nilai-nilai tradisi, dan penguatan jati diri daerah.
Tour de Banyuwangi Ijen 2025 hadir sebagai bukti bahwa kecepatan bukan satu-satunya daya tarik event olahraga, melainkan juga kehangatan, kearifan lokal, dan semangat melestarikan warisan budaya di tengah arus globalisasi.
(Red)