Banyuwangi β Tradisi adat Barong Ider Bumi digelar khidmat di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, pada Selasa (1/4/2025). Meski hujan mengguyur, ratusan warga dan wisatawan tetap antusias mengikuti arak-arakan barong yang telah diwariskan sejak ratusan tahun silam.
Ritual ini rutin diadakan setiap tanggal 2 Syawal atau hari kedua Idulfitri. Masyarakat percaya, tradisi ini merupakan bentuk ikhtiar menolak bala dan pageblug (wabah penyakit) yang pernah melanda desa di masa lampau.
Tokoh adat Desa Kemiren, Suhaimi, menuturkan bahwa tradisi ini bermula pada tahun 1840-an ketika desa dilanda wabah dan gagal panen. Warga kemudian menggelar arak-arakan Barong atas petunjuk spiritual dari leluhur mereka, Mbah Buyut Cili.
βBarong dipercaya sebagai makhluk pelindung desa. Ritual diawali dengan doa di petilasan Mbah Buyut Cili sebelum Barong diarak keliling kampung,β jelas Suhaimi.
Kepala Desa Kemiren, Arifin, turut menyampaikan rasa syukur atas kelancaran ritual meski berlangsung di tengah hujan.
βHujan adalah berkah. Tradisi ini bagian dari pelestarian budaya dan kewajiban kita untuk terus mewariskannya kepada generasi muda,β katanya.
Saat gamelan ditabuh, Barong mulai diarak menempuh jarak sekitar 2 km dari timur ke barat desa. Sepanjang jalan, para tokoh adat menebar uthik-uthikβcampuran beras kuning, bunga, dan 999 keping koin logam sebagai simbol tolak bala.
Puncak acara ditandai dengan kenduri massal. Warga duduk bersama di sepanjang jalan, menyantap pecel pithikβkuliner khas yang terbuat dari ayam kampung muda, dibakar, disuwir, dan dibumbui kelapa parut, cabai rawit, daun jeruk, serta rempah-rempah khas.
Dian Eka Putri Nasution (25), wisatawan asal Surabaya, mengaku terkesan dengan nuansa kekeluargaan dalam tradisi ini.
βSuasananya hangat dan membumi. Duduk bersama, makan bersama di jalan desa adalah pengalaman yang tidak bisa saya temukan di kota,β ucapnya.
Tradisi Barong Ider Bumi menjadi simbol keteguhan warga Osing dalam menjaga budaya dan menghormati leluhur di tengah perkembangan zaman.
(Red)