Banyuwangi β Polemik seputar film Lemah Santet Banyuwangi terus berlanjut. Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Banyuwangi menyoroti pernyataan kontroversial salah satu pengurus Dewan Kesenian Blambangan (DKB), berinisial MD, yang dianggap bertentangan dengan hasil rapat gabungan sebelumnya.
Pada 6 Maret 2025, rapat yang digelar di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi menghasilkan kesepakatan untuk menolak film tersebut, karena dinilai dapat merusak citra daerah. Namun, MD justru mengeluarkan pernyataan yang mempertanyakan kewenangan PARFI dalam mengatur sineas lokal.
MD menyampaikan kritiknya melalui status WhatsApp, menyebut bahwa PARFI Banyuwangi tidak memiliki kewenangan dalam mengatur komunitas sineas.
“Kalau berani bertindak tegas, jangan hanya menjaga marwah Banyuwangi, tapi juga marwah agama. Buat aturan untuk memproduksi film yang mendidik, bukan hanya klenik,” tulisnya.
Dalam grup WhatsApp lain, MD juga menegaskan bahwa sensor film adalah ranah Lembaga Sensor Film (LSF) dan Kementerian Hukum dan HAM, bukan PARFI.
Ketua PARFI Banyuwangi, Denny, mempertanyakan sikap MD yang dianggap berubah-ubah.
“Saat rapat, MD hadir dan tidak banyak berpendapat, hanya sibuk mengambil gambar. Tapi setelah itu, ia justru membuat pernyataan berbeda seolah kehilangan arah,” ujar Denny.
Denny juga menyinggung latar belakang MD yang sebelumnya tergabung dalam kepengurusan PARFI tandingan yang sempat dilaporkan ke pihak berwajib atas beberapa kontroversi.
Menanggapi polemik ini, PARFI Banyuwangi meminta diadakannya rapat gabungan ulang dengan Disbudpar dan DKB untuk membahas sikap MD dan dampaknya terhadap industri film lokal.
“Kami ingin MD memahami bahwa menjaga marwah Banyuwangi adalah tanggung jawab bersama, sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman,” tegas Denny.
Sementara itu, Ketua DKB Hasan Basri, saat dikonfirmasi, belum memberikan tanggapan karena tengah menghadiri rapat di Patoman.
(Red)