Banyuwangi β Putusan hakim terkait pembatalan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan korupsi pengadaan makan dan minum fiktif mendapat perhatian luas. Kejaksaan Negeri Banyuwangi menyatakan akan menghormati putusan tersebut, namun kejanggalan dalam kasus ini tetap menjadi sorotan publik.
Hakim dalam putusannya menegaskan bahwa SP3 yang dikeluarkan jaksa tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian, kasus dugaan korupsi dengan tersangka NH harus dilanjutkan meskipun yang bersangkutan telah mengembalikan uang negara sekitar Rp 400 juta.
Ketua IWB Abi Arbain dan Pasopati menilai, pengembalian uang negara tidak serta-merta menghilangkan unsur pidana dalam sebuah kasus korupsi. “Jika seseorang mengembalikan uang hasil korupsi, itu tidak serta-merta membuat perbuatannya menjadi legal. Justru ini menjadi indikasi bahwa memang ada penyimpangan,” ujarnya,
Sementara itu, Kejari Banyuwangi beralasan bahwa dalam penyelidikan, tidak ditemukan unsur memperkaya diri sendiri maupun kerugian negara yang signifikan. Namun, beberapa pihak mempertanyakan alasan ini, mengingat sebelumnya kasus ini telah cukup kuat untuk masuk dalam tahap penyidikan.
Ketua BCW Masruri, (Banyuwangi corruption watch) mendesak agar proses hukum tetap berjalan transparan dan tidak ada upaya pelemahan kasus. “Masyarakat berhak mengetahui bagaimana kasus ini bisa dihentikan oleh kejaksaan dan kemudian diputuskan harus dilanjutkan kembali oleh hakim. Ini perlu dikawal agar tidak ada permainan hukum yang merugikan keadilan,” tegas Masruri.
Kini, publik menanti langkah lanjutan dari kejaksaan dan bagaimana proses hukum terhadap NH akan berjalan ke depan. Keputusan hakim harus dijalankan, tetapi bukan berarti dugaan kejanggalan dalam proses hukum sebelumnya bisa diabaikan begitu saja.
(Red)