Banyuwangi – Suasana Warung Bakso Lesehan Hijau di Desa Sraten, Kecamatan Cluring, tampak lebih meriah dari biasanya. Bukan hanya karena kuah bakso yang menggoda, tapi juga karena antusiasme pengunjung yang menyaksikan aksi para pembalap dunia dalam Tour de Banyuwangi Ijen (TdBI).
Abdullah, pemilik warung, sengaja memutar siaran langsung TdBI dari kanal YouTube Pemkab Banyuwangi menggunakan layar 32 inci. “Selama empat hari ke depan kita nobar di sini,” ujarnya. “Ini sudah jadi kebiasaan. Tahun lalu bahkan pakai speaker, tapi sekarang rusak,” tambahnya, sambil mengenang kemeriahan TdBI sebelumnya.
TdBI telah menjadi rutinitas tahunan warga Banyuwangi selama satu dekade terakhir. Tak sedikit warga yang rela menunggu di pinggir jalan sejak pagi hari, atau menyimak lewat ponsel sembari bekerja. Bahkan, yang lintasannya tak dilalui pun tetap datang ke lokasi hanya demi melihat langsung para pembalap beraksi.
“Saya tinggal di Genteng, jalur rumah saya nggak dilewati. Tapi saya tetap ke Sraten khusus buat nonton. Nanti saya juga mau ke Ijen, lihat tanjakannya,” kata Ismail, seorang guru SD.
Sukirno, warga Desa Jelun, terlihat antusias saat rombongan pembalap melintas. “Ayo Mister! Jangan sampai disalip!” teriaknya sambil tertawa bersama warga. Di sisi lain, Agus, pedagang buah dari Siliragung, hanya bisa menyaksikan dari layar. “Seneng lihatnya, walaupun nggak lewat depan rumah,” ujarnya.
Pemerhati sosial Banyuwangi, Ir. KH. Ahmad Wahyudi, menilai TdBI lebih dari sekadar ajang olahraga. “Ada energi kolektif yang muncul. Warga rela berdiri berjam-jam demi memberi semangat. Ini bentuk rasa memiliki yang luar biasa,” jelasnya.
Menurutnya, dampak non-material dari TdBI justru lebih besar. Anak-anak termotivasi, warga belajar tertib, dan seluruh masyarakat merasakan kebanggaan sebagai tuan rumah event internasional.
“Nilai sosialnya sangat tinggi. TdBI menumbuhkan semangat gotong royong dan membuka wawasan baru bagi generasi muda,” tegasnya.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menambahkan bahwa TdBI telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat. “TdBI bukan sekadar ajang balap, tapi telah menjelma menjadi peristiwa budaya. Masyarakat merayakannya dengan suka cita, menunjukkan bahwa mereka telah menyatu dengan semangatnya,” ujarnya.
Memasuki tahun ke-10 penyelenggaraan, Tour de Banyuwangi Ijen bukan lagi hanya sebuah lomba. Ia telah menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Banyuwangi yang menyambut dan merayakannya dari berbagai sudut kota dan desa.
(Red)