Banyuwangi, 7 Agustus 2025 — Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi dalam audiensi dengan Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi, menyusul polemik dugaan pungutan terselubung berkedok sumbangan di MTsN 8 Genteng. Hal ini disampaikan dalam audensi dengan Kepala Kemenag Banyuwangi, Chaironi Hidayat, pada awal Agustus 2025.
Dalam Audensi tersebut, Kemenag Banyuwangi menyambut baik inisiatif Komunitas Sadar Hukum sebagai langkah memperkuat kesadaran hukum di lingkungan pendidikan agama.
Ketua Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi, Sugiarto, mengecam keras pernyataan Kepala MTsN 8 Genteng yang sebelumnya beredar di mediasosial Klarifikasi pihak sekolah dinilai hanya berisi pembelaan sepihak, tanpa menyentuh inti permasalahan terkait dugaan pungutan wajib dalam pembangunan Masjid Baitul Kharimah.
“Klarifikasi itu tidak menyentuh substansi utama: apakah ada tekanan kepada siswa dan wali murid untuk membayar sumbangan? Itu yang harus dijawab, bukan dibelokkan,” tegas Sugiarto.
Komunitas Sadar Hukum mengungkap bahwa banyak wali murid melapor bahwa mereka diminta menyumbang pembangunan masjid dengan nominal tertentu dan batas waktu pembayaran, padahal disebut sebagai “infaq sukarela”. Praktik semacam ini dituding sebagai pungutan terselubung yang tidak sesuai aturan.
“Kami menduga ada praktik ‘paksa rela’—secara formal disebut sukarela, tapi dalam praktiknya tidak bisa ditolak. Ini tidak hanya melanggar etika, tapi juga hukum,” ujar Sugiarto.
Regulasi yang Dilanggar
Komunitas merujuk pada sejumlah regulasi tegas yang melarang pungutan oleh sekolah atau madrasah negeri:
• Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Pasal 10 Ayat 1: “Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik dan/atau orang tua/walinya.”
• Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2020 Pasal 12: “Komite Madrasah tidak boleh mengelola atau memungut dana secara langsung.”
• UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
“Penyalahgunaan wewenang untuk memungut dana publik dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.”
Dampak Sosial: Intimidasi Halus dan Beban Psikologis
Berbagai bentuk tekanan sosial ditemukan dalam praktik sumbangan di sekolah, seperti:
• Daftar nama siswa yang belum setor diumumkan di grup orang tua.
• Nominal sumbangan ditentukan secara seragam dan disertai tenggat waktu.
• Wali murid merasa takut atau malu bila tidak ikut menyumbang.
“Ini bukan pendidikan karakter, tapi pemaksaan terselubung yang membebani wali murid dan mencoreng nama baik institusi pendidikan agama,” tambah Sugiarto.
Saran Konstruktif untuk Lembaga Pendidikan yang ada di Banyuwangi
Agar memberikan sejumlah rekomendasi tegas kepada seluruh sekolah/madrasah di wilayah Banyuwangi:
1. Hentikan Praktik Manipulatif Jangan menyamarkan pungutan sebagai sumbangan sukarela.
2. Wujudkan Transparansi Anggaran Kebutuhan non-akademik harus diajukan melalui APBD/APBN, bukan membebani orang tua.
3. Lindungi Hak Wali Murid Sediakan kanal pengaduan resmi dan rahasiakan identitas pelapor.
4. Jangan Komersialisasikan Ibadah Pembangunan tempat ibadah harus didanai dengan prinsip ikhlas dan sukarela murni.
Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga terang benderang. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut jika ada unsur penyalahgunaan wewenang atau penggelapan dana publik di lembaga pendidikan.
“Kami tidak menolak pembangunan masjid. Tapi jangan jadikan itu alasan memalak orang tua. Jangan halalkan yang haram dengan kalimat berbungkus agama,” pungkas Sugiarto.
(Red)