Banyuwangi – Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) Banyuwangi kembali menjadi ruang dialog publik, Jumat (23/5/2025). Dialog bertema “Sinergi Penegakan Hukum dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Isu Pertambangan Galian C” ini menghadirkan Kasatreskrim Polresta Banyuwangi, Kompol Komang Yogi Arya Wiguna, SIK.
Acara dimoderatori Ketua RKBK, Hakim Said, SH, dan dihadiri oleh Wakasatreskrim Iptu Didik Hariyono, Kanit Pidsus Azmal Rahadian HasbiAlloh, serta tokoh masyarakat Banyuwangi seperti tokoh agama, seniman, budayawan, pengusaha, praktisi hukum, perbankan, dan penggiat sosial.
Kompol Komang menyampaikan peran Satreskrim dalam Tim Terpadu (Timdu) Kabupaten Banyuwangi yang bertugas mengawasi dan menertibkan pertambangan galian C ilegal. “Kami tidak bekerja sendiri, tapi terintegrasi dengan OPD teknis. Tugas kami tidak hanya menindak, tapi juga mendorong pembinaan dan pendampingan legalisasi bagi pelaku usaha yang ingin patuh hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan, penindakan tambang ilegal bukan sekadar penegakan hukum, tapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan melindungi hak serta keselamatan masyarakat. “Penambangan ilegal merugikan negara melalui hilangnya potensi PAD dan berdampak sosial-ekologis. Oleh karena itu, penegakan hukum harus tegas namun manusiawi, memberi ruang bagi perubahan menuju legalitas,” tambahnya.
Ketua RKBK, Hakim Said, menegaskan komitmen lembaganya sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan publik lewat dialog yang sehat dan substantif. “Kami hadir bukan hanya untuk mendengar keluhan, tapi merumuskan solusi agar pelaku legal mendapat keadilan, tambang ilegal ditertibkan, dan masyarakat dilibatkan secara transparan,” kata Hakim.
Dalam sesi tanya jawab yang berlangsung hangat, Andi Purnama, konsultan pembangunan, mengkritik kebijakan pemerintah daerah yang memberi fasilitas pada kawasan tanpa legalitas. H. Salam Bikwanto dari Perkumpulan Tambang Banyuwangi (Petawangi) mengeluhkan ketimpangan perlakuan antara tambang legal dan ilegal.
Agus Wahyu Nuryadi, pegiat sosial bidang kesehatan, mempertanyakan perhatian pemerintah terhadap dampak kesehatan akibat tambang ilegal. Aditya Ruli Delianto, notaris dan praktisi hukum, menyoroti penarikan retribusi tambang ilegal yang dianggap merusak prinsip keadilan fiskal. Junjung Subowo dan penggiat lokal lainnya menyebut jumlah tambang ilegal di Banyuwangi telah mencapai ratusan lokasi dan mendesak pemerintah membuka jalur legalisasi yang cepat dan transparan.
Menanggapi itu, Kompol Komang menjawab secara menyeluruh, menekankan pentingnya kerja kolektif dan kesadaran lintas sektor. Ia mendorong OPD teknis lebih ketat dalam verifikasi legalitas dan tidak memberikan akses pembangunan tanpa keabsahan lahan yang jelas. “Penanganan tambang ilegal tidak bisa semua disikat sekaligus. Kami juga memberikan jalan keluar lewat pendampingan legalisasi secara sistematis tanpa melukai tatanan sosial,” ujarnya.
Untuk isu kesehatan, Kompol Komang berjanji mendorong dinas terkait seperti Dinas Kesehatan dan DLH agar lebih aktif dalam Timdu. “Kami tidak ingin aspek kemanusiaan dan lingkungan diabaikan dalam penanganan tambang ilegal,” tambahnya.
Soal penarikan retribusi terhadap tambang ilegal, Kompol Komang berjanji meminta klarifikasi dalam forum internal Timdu. “Kalau ada pemungutan dari usaha yang belum legal, perlu ada koreksi agar tidak menciptakan preseden buruk dan merusak tatanan hukum,” tegasnya.
Acara diakhiri dengan doa oleh KH. Moh. Ikrom Hasan, tokoh ulama dan mantan Ketua DPC PPP sekaligus anggota DPRD Banyuwangi selama tiga periode. Dalam doanya, Kiai Ikrom berharap komunikasi antara rakyat dan pemerintah terus terjalin, menjadi landasan membangun Banyuwangi yang adil, aman, dan berkelanjutan. “Bukan hanya saling mendengar, tapi saling peduli dan bersama memperbaiki. Semoga Banyuwangi menjadi contoh daerah yang menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan hati bersih,” tutupnya.
(Red)