BANYUWANGI — Ketua Banyuwangi Corruption Watch (BCW), Masruri, dengan nada keras menuntut transparansi dan akuntabilitas penuh dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi serta pihak-pihak terkait di DPRD Banyuwangi atas dugaan ketidakjelasan penggunaan hasil penjualan saham daerah tahun 2020 sebesar Rp 298 miliar.
Menurut BCW, hingga saat ini tidak pernah ada penjelasan terbuka kepada publik tentang ke mana dan untuk apa uang ratusan miliar rupiah tersebut digunakan, meskipun tercatat sebagai pemasukan dalam APBD 2020. Ironisnya, di tengah ketidakjelasan itu, Pemkab Banyuwangi kini justru berencana menjual kembali sisa saham daerah dan bahkan akan mengalihkannya menjadi Dana Abadi Daerah.
“Ini bukan sekadar masalah administrasi, ini menyangkut moral dan tanggung jawab pengelolaan uang rakyat. Tahun 2020 hasil penjualan saham Rp 298 miliar masuk APBD, tapi sampai hari ini publik tidak pernah diberi tahu uang itu dipakai untuk apa. Sekarang malah muncul rencana menjual lagi dan menjadikannya dana abadi. Ini jelas mencurigakan, tidak transparan, dan layak dipertanyakan!” tegas Masruri, Ketua BCW Banyuwangi.
Tuntutan Hearing dan Desakan Keterbukaan Publik
BCW dalam surat resminya Nomor 42/BCW/X/2025 yang dikirim kepada Ketua DPRD Banyuwangi pada 23 Oktober 2025, mendesak segera digelarnya hearing terbuka antara DPRD, Pemerintah Daerah, PT BSI, dan publik Banyuwangi untuk membedah secara terang-benderang ke mana arah pengelolaan saham dan uang hasil penjualan tersebut.
Masruri menilai, praktik ini mencerminkan lemahnya prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Uang hasil penjualan saham bukan milik pejabat, tapi milik rakyat Banyuwangi. Rakyat berhak tahu setiap rupiah ke mana mengalir. Jangan sampai uang ratusan miliar itu menguap tanpa manfaat, lalu sekarang dijadikan dalih untuk membentuk ‘dana abadi’ tanpa dasar yang jelas,” ujarnya.
Kecam Langkah Pemerintah yang Dinilai Ujuk-Ujuk dan Tidak Rasional
BCW menilai rencana pembentukan Dana Abadi Daerah yang dikaitkan dengan hasil penjualan saham tanpa laporan penggunaan sebelumnya merupakan tindakan ujuk-ujuk dan tidak rasional.
Masruri menegaskan, pembentukan dana abadi seharusnya dilakukan setelah evaluasi transparan dan audit terbuka terhadap penggunaan hasil penjualan saham sebelumnya. Ia bahkan menyebut langkah Pemkab ini sebagai “kebijakan akrobatik tanpa pijakan hukum dan moral.”
“Kebijakan ini seperti menutup kebohongan lama dengan kebijakan baru. Bagaimana mungkin uang Rp 298 miliar yang dulu tak jelas penggunaannya, kini mau dihapuskan jejaknya dengan alasan dijadikan dana abadi? Ini bukan manajemen keuangan daerah yang sehat, ini praktik yang harus dikritisi keras!” tegas Masruri dalam pernyataannya.
Soroti DPRD dan Penegak Hukum untuk Tidak Diam
Dalam pernyataannya, BCW juga mengecam sikap diam DPRD Banyuwangi yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, namun justru seolah tutup mata terhadap kebijakan strategis yang menyangkut uang rakyat. BCW menegaskan bahwa DPRD harus memanggil pihak eksekutif untuk memberikan penjelasan terbuka di hadapan publik dan media.
Selain itu, BCW mendesak Inspektorat Daerah, BPK, dan aparat penegak hukum untuk segera turun melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap penggunaan dana hasil penjualan saham tahun 2020.
“Kami minta DPRD tidak menjadi penonton bisu. Uang Rp 298 miliar itu bukan angka kecil! Kalau sampai tidak jelas penggunaannya, maka sudah seharusnya aparat hukum memeriksa dan memastikan tidak ada unsur penyalahgunaan,” ujar Masruri.
BCW: Rakyat Banyuwangi Jangan Dibodohi Lagi
BCW menilai masyarakat Banyuwangi sudah terlalu sering dikecewakan dengan narasi pembangunan yang tidak menyentuh akar kesejahteraan rakyat. Penjualan saham tambang yang digembar-gemborkan membawa manfaat besar bagi masyarakat, faktanya tidak menghadirkan kesejahteraan apa pun di lapangan.
“Jangan lagi rakyat Banyuwangi dibodohi dengan kata-kata indah. Kami menuntut transparansi nyata, bukan janji. Jika dana abadi benar-benar untuk rakyat, buktikan dengan laporan terbuka, bukan dengan manuver politik yang menutupi persoalan lama,” tegas Masruri menutup pernyataannya.
BCW: DPRD, Inspektorat, BPK, dan APH Jangan Tutup Mata
Ketua BCW, Masruri, menegaskan bahwa pihak-pihak yang berwenang—DPRD Banyuwangi, Inspektorat Daerah, BPK, Kejaksaan Negeri, hingga KPK—tidak boleh berpangku tangan dalam persoalan ini.
Ia menilai, ketidakjelasan penggunaan dana hasil penjualan saham tahun 2020 sebesar Rp 298 miliar merupakan indikasi kelalaian pengawasan dan potensi penyimpangan keuangan daerah yang harus segera diusut tuntas secara hukum dan administratif.
“Kami mengecam keras jika DPRD hanya menjadi penonton, sementara uang rakyat sebesar Rp 298 miliar lenyap tanpa kejelasan arah. Kami juga mendesak Inspektorat dan BPK untuk segera melakukan audit khusus, dan jika ditemukan pelanggaran, Kejaksaan serta KPK wajib turun tangan. Jangan tunggu rakyat turun ke jalan menuntut keadilan,” ujar Masruri dengan nada tegas.
BCW juga menilai langkah pemerintah daerah yang kini berencana menjual kembali saham dan membentuk Dana Abadi Daerah sebagai kebijakan prematur dan berpotensi menutupi ketidaktransparanan lama.
Menurutnya, tidak logis membentuk dana abadi dari hasil penjualan aset yang belum pernah dilaporkan secara terbuka kepada publik.
“Jangan jadikan istilah dana abadi sebagai kamuflase untuk menutupi penggunaan dana sebelumnya. Uang hasil penjualan saham adalah milik rakyat Banyuwangi, bukan kas politik atau proyek pribadi pejabat,” tegasnya.
Masruri menutup dengan seruan keras bahwa BCW akan terus mengawal isu ini sampai tuntas, bahkan siap melaporkannya ke KPK bila diperlukan.
Ia menyerukan agar seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan media ikut menuntut keterbukaan pemerintah daerah.
“Rakyat Banyuwangi tidak butuh wacana, mereka butuh kejelasan. Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Kami tidak akan berhenti sampai publik tahu ke mana Rp 298 miliar itu mengalir,” pungkas Ketua BCW, Masruri.
(Red)
















