Banyuwangi – Polemik pengelolaan saham tambang emas dan dana abadi kembali memuncak. Banyuwangi Corruption Watch (BCW) menilai bahwa janji Golden Share—pembagian saham untuk kemakmuran rakyat Banyuwangi—tidak lebih dari jargon politik tanpa bukti nyata di lapangan.
Padahal, konsep Golden Share semula digadang sebagai cara agar masyarakat Banyuwangi ikut menikmati keuntungan dari aktivitas pertambangan emas. Namun, fakta menunjukkan tidak ada perubahan signifikan pada kesejahteraan warga.
“Rakyat masih miskin, biaya pendidikan tetap mahal, dan infrastruktur banyak yang tak terbangun. Golden Share hanya formalitas di atas kertas, tidak memberi manfaat bagi rakyat,” tegas Masruri, Ketua BCW.
Deviden Tak Pernah Diterima, Nilai Saham Dipertanyakan
BCW membeberkan data bahwa Banyuwangi belum pernah menerima deviden secara proporsional.
Pada tahun 2017, laba bersih PT Merdeka Copper Gold (PT MCG) mencapai 43,1 juta USD, yang semestinya memberikan porsi deviden sekitar Rp 58 miliar kepada Banyuwangi. Namun, Kepala Bapenda Samsudin membantah dan menyebut hanya sekitar Rp 14 miliar dalam perhitungan,
Sementara itu, Cahyanto menyatakan bahwa pendapatan dari PT MCG sebenarnya mencapai Rp 100 miliar, di luar klaim Golden Share.
“Kalau deviden itu benar-benar dibagikan sesuai porsi, Banyuwangi pasti bisa membangun banyak fasilitas publik. Tapi kenyataannya nihil,” ujar Masruri.
Saham Hibah atau Aset? Pemerintah Dinilai Tak Transparan
BCW juga mempertanyakan penjualan saham tahun 2020, dapat uang sebesar Rp. 301 Miliar tetapi sampai hari ini tidak ada penjelasan dana itu untuk apa seolah olah menguap begitu saja, yang disebut menggunakan dana hibah.
“Kalau dana hibah, harus jelas penggunaannya untuk apa. Sampai hari ini tidak ada laporan publiknya,” kata Masruri.
Namun Samsudin menepis hal itu dengan menyebut bahwa dana tersebut bukan hibah, melainkan sudah menjadi aset daerah.
BCW menilai pernyataan ini justru menimbulkan kebingungan baru karena tidak disertai transparansi perhitungan dan aliran dana.
Dana CSR Diduga Tak Sesuai Realita Lapangan
Selain persoalan saham, BCW juga menemukan kejanggalan dalam dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Bumi Suksesindo (PT BSI).
Menurut Cahyanto, ke PT BSI menunjukkan dana CSR telah disalurkan sebesar Rp 57 miliar, namun pihak perusahaan (melalui Iwan) menyebut hanya Rp 30 miliar.
“Berdasarkan temuan kami di desa-desa Kecamatan Pesanggaran, rata-rata desa hanya menerima Rp 500 juta. Artinya angka miliaran yang disebutkan itu tidak pernah terasa di masyarakat,” tegas Masruri.
BCW Tolak Konsep Dana Abadi: “Banyuwangi Masih Defisit”
Masruri menolak gagasan Dana Abadi Banyuwangi, yang dinilai hanya layak diterapkan bagi daerah dengan surplus fiskal.
“Banyuwangi selalu defisit anggaran. Dana Abadi tidak relevan dan justru menambah beban. Dana rakyat seharusnya kembali ke rakyat, bukan disimpan dalam skema yang tidak transparan,” ujarnya.
Mikhael Edi Harianto: “Golden Share Itu Tidak Ada, Saham Kita Saham Biasa”
Pernyataan tajam juga datang dari Mikhael Edi Harianto, yang memberikan pandangan kritis terkait status saham Banyuwangi di PT MCG.
Menurutnya, istilah Golden Share yang selama ini diklaim pemerintah daerah adalah keliru, karena secara teknis saham yang dimiliki Banyuwangi bukanlah saham istimewa, melainkan saham biasa yang tidak dibayar tunai di awal.
“Saham kan ada pakai duit. Saham kita ini disebut saham bodong, bukan saham palsu, tapi saham yang diberikan tanpa membayar di muka. Pembayarannya dicicil dari deviden,” ujar Mikhael.
“Kalau sahamnya untung, deviden dibayar sedikit demi sedikit. Tapi kalau nilainya anjlok, ya devidennya tidak ada. Jadi saham itu bukan gratis, tapi dibayar dari deviden,” lanjutnya.
“Pemahaman eksekutif beda dengan saya sebagai pengusaha. Kita tidak dapat deviden karena sahamnya belum lunas. Istilahnya, DPD-nya itu saham bodong. Bukan golden share. Sekarang statusnya saham biasa, bukan saham istimewa.”
Mikhael menambahkan, ketidakjelasan ini menyebabkan harga saham menjadi tidak stabil dan sulit dipertanggungjawabkan.
“Waktu dijual pun tidak jelas nilainya, karena devidennya masih tanggungan. Makanya saya katakan: tidak ada istilah Golden Share, itu hanya label, faktanya saham umum.”
BCW Desak Audit dan Transparansi Menyeluruh
BCW mendesak agar pemerintah daerah, DPRD, dan pihak perusahaan membuka seluruh dokumen keuangan, laporan deviden, serta realisasi CSR secara publik.
Menurut Masruri, langkah ini penting untuk menghentikan ilusi kesejahteraan yang selama ini diklaim dari proyek pertambangan.
“Kalau benar Golden Share itu untuk rakyat, mana buktinya? Rakyat butuh bukti nyata, bukan janji kosong,” tegasnya.
(Red)
 
			















