Bandung β Diharapkan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, masalah kelebihan kapasitas di Lapas dan Rutan di Indonesia dapat berkurang secara signifikan. Hal ini menjadi salah satu poin penting dalam pertemuan bilateral antara Kementerian Hukum dan HAM RI dengan Kementerian Kehakiman Jepang yang berlangsung di Rutan Bandung, Rabu (5/3).
“Agar kualitas pembinaan kita meningkat, warga binaan yang kembali ke masyarakat mampu mandiri dan menyadari kesalahannya, sehingga risiko residivisme semakin kecil,” ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, dalam pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan ini, kedua negara sepakat untuk memperkuat kerja sama dalam bidang Pembimbingan Kemasyarakatan, khususnya dalam implementasi pidana non-penjara seperti pidana percobaan, pengawasan, dan kerja sosial.
“Kami mengetahui bahwa Indonesia akan menerapkan KUHP baru yang mengedepankan pidana alternatif. Oleh karena itu, kami ingin memperkenalkan lebih dekat konsep Hogoshi,” ujar Moriya Tetsuki, Ketua Delegasi Jepang dari Kementerian Kehakiman.
Hogoshi merupakan sistem Pembimbing Kemasyarakatan Sukarela yang telah lama diterapkan di Jepang dan terbukti berperan besar dalam pelaksanaan pidana non-pemenjaraan. Tetsuki juga menyampaikan kekaguman atas sistem pembinaan terintegrasi di Indonesia yang telah dilakukan sejak warga binaan masih berada di Lapas dan Rutan hingga proses reintegrasi ke masyarakat.
Dirjenpas Mashudi menegaskan bahwa Indonesia tertarik untuk mempelajari peran Hogoshi lebih lanjut, terutama dalam mengatasi tingginya jumlah pelanggaran hukum yang berdampak pada kapasitas Lapas, Rutan, serta jumlah klien pemasyarakatan yang harus didampingi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas.
“Saat ini jumlah PK Bapas tidak sebanding dengan jumlah klien yang harus didampingi. Hogoshi bisa menjadi solusi strategis untuk mengatasi kendala ini, sekaligus mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses reintegrasi pelanggar hukum,” tambahnya.
Pertemuan bilateral yang berlangsung selama tiga hari ini juga membahas berbagai aspek sistem pemasyarakatan, termasuk penundaan pidana dengan sistem pidana percobaan dan pembebasan bersyarat.
Turut hadir dalam pertemuan ini Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama, Direktur Bimbingan Kemasyarakatan Ditjenpas, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, Kepala UPT Bandung Raya, serta Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Bandung.
(Red)