Banyuwangi – Fungsi komite sekolah yang diatur sebagai lembaga mandiri dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 kini mulai kehilangan marwahnya. Investigasi tim menemukan bahwa di sejumlah sekolah di Banyuwangi, komite dibentuk melalui Surat Keputusan (SK) kepala sekolah, bahkan menjabat bertahun-tahun tanpa pergantian, (9/8/2025)
Pelanggaran Aturan yang Terstruktur
Sesuai aturan, komite seharusnya dibentuk lewat rapat orang tua/wali dan masyarakat yang peduli pendidikan, bukan lewat SK kepala sekolah. Namun, dokumen yang kami peroleh menunjukkan adanya penandatanganan SK pembentukan komite oleh kepala sekolah di sejumlah SD, SMP, dan SMA.
Selain itu, Pasal 6 ayat (5) Permendikbud 75/2016 menegaskan bahwa masa jabatan komite hanya 3 tahun dan bisa diperpanjang 1 kali periode. Fakta di lapangan berbeda:
– Ada komite yang menjabat 8–12 tahun tanpa pergantian.
– Proses pemilihan tidak dilakukan secara terbuka.
– Tidak ada pengumuman resmi masa berakhirnya jabatan.
Dampak Nyata di Lapangan
Ketua Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi, Sugiarto, menyebut fenomena ini sebagai “pembajakan peran komite sekolah”.
“Kalau komite di-SK-kan kepala sekolah, otomatis mereka kehilangan independensi. Mereka lebih menjadi pembela kebijakan kepala sekolah, bukan pengawas. Itu bahaya,” ujarnya.
Dampak yang teridentifikasi meliputi:
– Pengawasan lumpuh: Tidak ada suara kritis saat ada kebijakan kontroversial.
– Potensi penyalahgunaan dana: Terutama pada iuran sukarela, sumbangan pembangunan, hingga penggunaan BOS.
– Minimnya partisipasi wali murid: Karena proses pemilihan dan perpanjangan jabatan dilakukan tertutup.
Bukti dan Kesaksian
Seorang wali murid di salah satu SD Negeri di Kecamatan Genteng mengungkapkan,
“Saya tidak pernah diundang rapat pemilihan komite. Tahu-tahu komitenya itu-itu saja dari anak saya kelas 1 sampai kelas 6.”
Tim juga mengantongi salinan SK yang ditandatangani kepala sekolah, lengkap dengan daftar nama pengurus yang sudah menjabat selama lebih dari satu dekade.
Desakan Penegakan Aturan
Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi mendesak Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan Kabupaten untuk segera:
1. Membatalkan semua komite sekolah bentukan SK kepala sekolah.
2. Menggelar pemilihan ulang secara terbuka dengan melibatkan orang tua/wali siswa.
3. Membatasi masa jabatan sesuai aturan dan membuat daftar monitoring masa jabatan di semua sekolah.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini menggerus kepercayaan publik pada dunia pendidikan. Kalau dibiarkan, sekolah akan dikuasai oleh lingkaran kecil tanpa kontrol,” pungkas Sugiarto.
(Red)