Banyuwangi, 6 Agustus 2025 – Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi secara resmi melayangkan surat pemberitahuan dan permintaan audiensi terbuka kepada Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyuwangi. Langkah ini diambil menyusul viral-nya pernyataan Kepala Sekolah MTsN 8 Genteng di media online yang memantik kegeraman publik, karena dinilai mengaburkan batas antara sumbangan sukarela dan pungutan liar.
Surat resmi bernomor 066/RBB/VIII/2025 itu menyoroti praktik sistematis pungutan di madrasah negeri—mulai dari infak, jariyah, pembelian seragam, LKS, hingga kegiatan studi tour—yang terus terjadi setiap tahun ajaran baru. Ketua Komunitas Sadar Hukum, Sugiarto, menilai praktik ini bukan hanya meresahkan wali murid, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi dan peraturan yang berlaku.
“Pendidikan dasar dan menengah di sekolah/madrasah negeri itu gratis. Pungutan dalam bentuk apapun, jika tidak berdasar aturan yang sah dan melibatkan kesepakatan transparan masyarakat, itu masuk kategori pungutan liar, bahkan bisa dijerat pidana,” tegas Sugiarto.
Landasan Hukum yang Dilanggar
Komunitas Sadar Hukum mengutip beberapa regulasi utama yang melarang pungutan liar di sekolah/madrasah negeri:
- Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Pasal 10 Ayat (1):
“Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik, orang tua/wali murid.”
- Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah Pasal 12:
“Komite Madrasah tidak boleh menjadi pelaksana pungutan atau terlibat dalam penggunaan dana, apalagi tanpa transparansi.”
- Pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
“Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi dan tanpa beban yang tidak proporsional.”
- Pasal 368 KUHP dan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
“Pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat publik atau ASN dapat dikualifikasikan sebagai pemerasan atau penyalahgunaan wewenang dan dikenakan hukuman pidana penjara hingga 20 tahun.”
Desakan Audiensi Terbuka
Komunitas Sadar Hukum menuntut agar Kepala Kemenag Banyuwangi tidak lagi bersembunyi di balik ruang tertutup dan segera menggelar audiensi terbuka di hadapan media dan lembaga sipil.
“Kami ingin bicara terbuka, bukan basa-basi birokrasi. Jika Kepala Kemenag merasa tidak ada pelanggaran, buktikan di depan publik! Jangan abaikan keresahan orang tua yang anaknya dipaksa bayar dalih sumbangan,” ujar Sugiarto dengan nada tegas.
Audiensi ini dijadwalkan digelar Rabu, 6 Agustus 2025 pukul 13.00 WIB, di Kantor Kemenag Banyuwangi, melibatkan 10–15 perwakilan lembaga dan media independen.
Tembusan ke Aparat Pengawas
Surat Komunitas Sadar Hukum juga ditembuskan ke aparat pengawas dan eksekutif daerah:
- Kapolresta Banyuwangi
- Bupati Banyuwangi
- Ketua DPRD Kabupaten Banyuwangi
- Inspektorat
- Sekretaris Daerah
- dan Arsip sebagai bukti dokumentasi publik.
Pendidikan Bukan Ladang Proyek
“Madrasah negeri bukan proyek pribadi elit sekolah. Jika Kemenag tidak tegas menindak, maka kami akan dorong aparat penegak hukum untuk turun tangan. Kami siap membawa laporan resmi jika praktik ini terus dibiarkan,” pungkas Sugiarto.
Hingga berita ini dirilis, belum ada klarifikasi resmi dari Kepala Kemenag Banyuwangi. Masyarakat kini menanti, apakah lembaga negara ini siap bertanggung jawab atau justru memilih bersembunyi di balik prosedur.
(Red)