Banyuwangi, 10 April 2025 – Aktivis sekaligus akademisi, Herman Sjahthi. M.Pd., M.Th, CBC, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi infrastruktur jalan di Banyuwangi yang dinilainya semakin memprihatinkan. Ia menyoroti maraknya praktik tambal sulam jalan yang terjadi di berbagai wilayah sebagai cerminan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam mengelola infrastruktur publik.
Menurutnya, jalan rusak yang hanya ditambal seadanya, tidak merata, dan kembali rusak dalam waktu singkat mencerminkan kegagalan sistematis dalam pembangunan daerah. Padahal, infrastruktur seharusnya menjadi wajah dari keadilan dan keberlanjutan pembangunan.
“Dengan anggaran infrastruktur yang begitu besar, jalan seharusnya bukan seperti kain perca yang ditambal sana-sini. Ini bukan cuma soal teknis, tapi menyangkut integritas dan komitmen moral para pemimpin,” ujar Herman.
Ia menilai, praktik tambal sulam hanya menunjukkan keberpihakan pada solusi instan yang minim dampak jangka panjang. Material yang asal-asalan, pekerjaan terburu-buru, serta lemahnya pengawasan memperlihatkan bahwa proyek infrastruktur lebih sering dijadikan komoditas, bukan pelayanan publik.
Lebih lanjut, Herman menyebut kondisi ini bisa membuka celah pemborosan anggaran bahkan dugaan praktik korupsi terselubung. Ia mengingatkan bahwa kenyamanan masyarakat bukan sekadar soal mulus atau tidaknya jalan, tetapi tentang kesungguhan pemerintah dalam mendengar dan melayani warganya.
“Ini bukan keluhan biasa, ini bentuk perlawanan terhadap budaya birokrasi yang lemah nurani. Ketika masyarakat jatuh karena jalan berlubang dan pemerintah diam saja, itu bentuk pembiaran sistemik,” tegasnya.
Herman mendorong agar pendekatan tambal sulam tidak lagi dijadikan kebiasaan dalam pembangunan, baik secara teknis maupun dalam pola pikir birokrasi. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang visioner, pelaksanaan yang profesional, serta pengawasan publik yang aktif dan transparan.
“Banyuwangi butuh keberanian politik untuk memutus rantai kegagalan ini. Jangan hanya fokus pada seremonial peresmian jalan, tapi lupakan kualitas dan keberlanjutan,” pungkasnya.
(Herman Sjahthi – Aktivis & Akademisi)