Banyuwangi, 4 September 2025 β
Ketua Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi, Sugiarto, bersama tim mendatangi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Banyuwangi pada Selasa (2/9/2025). Kedatangan ini bertujuan untuk meminta klarifikasi langsung kepada Kepala Bapenda, Samsudin, terkait dugaan penyimpangan dalam pergantian nama SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Menurut Sugiarto, pihaknya menemukan adanya pergantian nama wajib pajak PBB sejak 2019 hingga 2022, tanpa kejelasan syarat administratif yang sah. Padahal, pihak yang merasa berhak masih rutin melakukan pembayaran PBB dengan bukti pembayaran yang otentik.
βKetika kami datang, pihak Bapenda tidak bisa menunjukkan persyaratan apa yang diajukan hingga nama pada SPPT PBB bisa berganti. Padahal secara hukum, syarat pergantian nama PBB jelas: wajib ada kwitansi, letter C, atau keterangan lain yang dilegalisir pemerintah desa,β tegas Sugiarto.
Implikasi Hukum yang Serius
Sugiarto menambahkan, meskipun PBB bukan bukti kepemilikan tanah, dokumen ini adalah syarat mutlak dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM). Dengan demikian, perubahan nama PBB yang tidak sah dapat membuka peluang adanya praktik balik nama sertifikat tanah yang melanggar hukum.
Apabila proses pergantian nama PBB dilakukan tanpa legalisir desa, maka diduga ada oknum di lingkungan Pemda yang bermain. Namun jika muncul legalisir desa yang tidak sesuai fakta, maka patut diduga telah terjadi pemalsuan dokumen.
βKetika dokumen dipalsukan untuk merugikan pihak lain dan menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain, maka jelas telah memenuhi unsur dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen,β lanjutnya.
Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
Komunitas Sadar Hukum Banyuwangi menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Mereka mendesak agar Bapenda Banyuwangi segera membuka data, menjelaskan mekanisme perubahan nama SPPT PBB yang dipersoalkan, serta menindak tegas apabila ditemukan adanya unsur pelanggaran hukum.
Kasus ini menjadi sorotan serius karena menyangkut hak kepemilikan tanah masyarakat dan potensi penyalahgunaan wewenang di tubuh pemerintahan daerah.
(Red)